Slaan oor na hoofinhoud
Title: Vineyard Brothers
Author: Icha
Type: Chapter
Genre: Romance / Family Story
Rating: T
My Twitter : @icaque
Cast :
Park Jiyeon
Vineyard Brothers :
Jang Woo (Anak Ke 1)
Ah In (Anak Ke 2)
Myeong Soo  (Anak Ke 3)
Seok-Hyeon (Anak Ke 4)
Etc
~~~~~~~~~
All Author P.O.V
Seluruh kebun anggur milik keluarga Kim habis di lahap oleh ulat-ulat yang dalam hitungan hari menyerang perkebunan mereka. Hal ini membuat Min Gyu bingung dan gundah. Sebentar lagi musim panen tiba dan artinya festival anggur yang biasa di adakan di desanya semakin dekat. Kalau begini caranya dia tidak akan bisa mengikuti kontes anggur terbaik pada festival tersebut. Dan satu hal yang paling penting, tidak ada panen artinya tidak ada penjualan. Bagaimana caranya keluarga Kim mendapatkan penghasilan? Belum lagi mereka butuh dana besar untuk memperbaiki perkebunannya yang sudah hancur akibat ulat-ulat itu.
Park Jin Young, dengan setelan kemeja hitam, berkunjung ke rumah keluarga Kim. Bukan main terkejutnya Min Gi saat melihat kedatangan musuhnya itu.
“Yaa! Saekki!” bentak Min Gi seraya melemparkan sendal kepit yang dipakainya.
Jin Young berhasil menghindar. Dengan senyum licik Jin Young berkata, “Kenapa kau kasar begitu kakek tua?”
“Tutup mulutmu! Kau kan yang membuat semua kekacauan ini?” ucap Min Gi dengan nafas naik turun. “Tidak punya otak. Bisa-bisanya kau melakukan hal sebusuk ini demi mewujudkan keinginanmu untuk memiliki perkebunanku!”
Tiba-tiba muncul Min Gyu, berusaha menenangkan Appanya.
“Appa, tenanglah,” ucap Min Gyu.
“Diam kau!” ucap Min Gi berusaha menepis tangan anaknya. “Aku ingin sekali menghajar manusia satu ini!”
“Appa…tenanglah Appa. Biarkan Jin Young-ssi bicara dulu. Kita tidak tahu apa keperluannya kesini…”
“Aku tidak perlu mendengar ucapannya karena aku sudah tahu semua apa tujuan dia kesini!” ucap Min Gi seraya menunjuk-nunjuk wajah Jin Young dengan wajah murka.
“Jin Young-ssi, apa keperluan anda disini?” tanya Min Gyu.
“Aku mengerti jika Min Gi-ssi tidak mengizinkanku menginjak rumahnya ini. Tetapi tujuanku kesini ingin membantu kalian,” ucap Jin Young.
“Aku tidak mau bicara denganmu. Dan aku tidak perlu bantuanmu!” teriak Min Gi.
“Appa…tenanglah…” ucap Min Gyu lelah.
Tiba-tiba muncullah Jang Woo.
“Jang Woo-ah, bawa Haraboji ke dalam,” ucap Min Gyu.
Jang Woo segera menuruti ucapan ayahnya.
“Yaa! Cucu tidak tahu diri! Aku tidak ingin masuk ke dalam rumah. Aku ingin menghajar namja brengsek ini!” ucap Min Gi seraya menepis tangan Jang Woo.
“Haraboji…jangan menyusahkanku. Aku harus benar-benar kembali ke kebun untuk membantu yang lain membersihkan ulat-ulat itu,” desah Jang Woo seraya mengacak-acak rambutnya.
“Kalau begitu pergilah!” ucap Min Gi.
“Ah jinjiha!!!!” desah Jang Woo. “Begini saja, kalau Haraboji tidak mau masuk ke dalam, aku akan menghabisi semua manisan Haraboji…”
“Berani kau melakukan itu?” ancam Min Gi seraya menunjukkan kepalan tangannya.
“Kalau begitu masuklah ke dalam. Aku …. aku akan menunjukkan semua barang yang bagus,” ucap Jang Woo teringat akan majalah dewasa di balik kasurnya.  Jang Woo tahu bahwa kakeknya tiba bisa tahan jika sudah melihat yeoja naked.
“Barang bagus apa?” tanya Min Gi dengan tatapan curiga.
“Kalau kau mau tahu, ikut aku ke dalam,” ucap Jang Woo seraya ngeloyor masuk ke dalam. Min Gi pun mengikutinya karena penasaran.
Tinggallah Min Gyu dan Jin Young berduaan.
“Sebenarnya apa niat Jin Young-ssi kesini?” tanya Min Gyu sekali lagi.
“Seperti yang kukatakan tadi…tujuanku kesini ingin membantu kalian,” ucap Jin Young. “Melihat bagaimana kondisi perkebunan kalian sekarang ini…sungguh mengenaskan dan aku prihatin akan hal itu.”
“Tunggu sebentar…aku ingin tanya satu hal. Aku tidak bermaksud menuduh Jin Young-ssi, tetapi mianhae…kecurigaan ayah saya kepada anda sungguh beralasan. Kemungkinan besar, malapetaka yang menimpa perkebunan kami dikarenakan ulah tangan Jin Young-ssi,” ucap Min Gyu.
“Apa saya harus bersumpah? Bukan saya yang melakukan hal itu,” ucap Jin Young berani bersumpah. Tentu saja, Jika ditanya apakah malapetaka yang menimpa perkebunan keluarga Kim  dikarenakan ulah tangan Jin Young-ssi? Jin Young akan menjawab bukan dia, karena sesungguhnya yang melakukan hal itu adalah Park Jiyeon.
“Mianhae…kejadian ini benar-benar membuat kami shyok,” ucap Min Gyu.
“Tidak apa-apa,” ucap Jin Young. “Jelas kini perkebunan keluarga Kim sudah habis. Tentu perkebunan ini bisa aktif lagi, tetapi saya pikir kalian membutuhkan dana yang besar untuk memperbaiki perkebunan kalian….”
Jin Young berdeham.
“Saya benar-benar ingin membantu kalian. Demi Tuhan, saya ingin membeli perkebunan kalian untuk tujuan baik. Jebal, juallah perkebunan kalian kepada saya,” ucap Jin Young. “Saya akan memperbaiki perkebunan ini seperti sedia kala. Kalian dapat tetap bekerja di perkebunan ini. Kalian dapat mengambil hasilnya.”
Min Gyu terlihat berpikir keras.
“Akan kupikirkan. Aku juga harus merundingkan hal ini dengan Ayah dan istriku,” ucap Min Gyu.
“Silahkan,” ucap Jin Young sambil tersenyum manis.
“Ne, kamsahamnida,” ucap Min Gyu.
**
Jiyeon menemukan sebuah undangan dinner di atas meja tamu.
“Dinner?” Jiyeon penasaran dengan undangan dinner itu. Apa undangan ini milik Taecyeon?
Jiyeon membuka undangan itu dan mendapati deretan tulisan cakar ayam milik Taecyeon. Senyum terbentuk di sudut bibir Jiyeon.
“Apa dia berniat mengajakku dinner?” gumam Jiyeon malu-malu. “Apa undangan ini sengaja di letakkan disini agar aku melihatnya? Ah jeongmal…kenapa dia tidak langsung memberikannya padaku?” Senyum Jiyeon semakin lebar. “Araseo…dia pasti malu. Benar-benar namja yeoppo.”
Jiyeon melipat undangan itu kembali seraya mendesah, “Sebaiknya aku berganti baju sekarang. Pasti sebentar lagi Taecyeon akan datang untuk menjemputku.”
Sesiangan ini Taecyeon dan Jin Young memang tidak ada di rumah.
Setelah selesai berganti baju, Jiyeon segera turun ke bawah. Taecyeon belum datang juga.
“Di undangan ini tertulis bahwa acara makan malamnya pukul delapan malam. Sekarang sudah hampir jam delapan, kenapa Taecyeon belum juga datang?” gumam Jiyeon.  “Atau mungkin…dia sudah menungguku disana? Ah…tentu saja!” Akhirnya Jiyeon memutuskan untuk pergi ke restoran yang dimaksud Taecyeon.
Dia memberhentikan sebuah taksi di jalan besar pinggir desa. Restoran yang dimaksud Taecyeon lumayan jauh dari desa ini. Jiyeon hampir tidak percaya, di tengah2 desa seperti ini masih ada sebuah restoran high class.
Sesampainya di restoran, Jiyeon melihat satu meja yang sudah di pesan. Jiyeon menghampiri pelayan untuk menanyakan pesanan meja tersebut. Si pelayan mengatakan bahwa pesanan meja tersebut atas nama Tuan Taecyeon. Sebuah senyum terbentuk di bibir Jiyeon.
“Taecyeon-ah, beginikah caramu memperlakukan yeoja?” gumam Jiyeon dengan wajah merah.
Jiyeon mengambil tempat di salah satu bangku yang mengelilingi meja tersebut.
Sepuluh menit berlalu dan Taecyeon belum juga muncul.
“Haruskah aku menghubunginya?” gumam Jiyeon seraya mengeluarkan ponselnya. “Ani…ani…dia pasti akan datang sebentar lagi. Aku tidak boleh menunjukkan kesan cerewet padanya.”
Lima belas menit berlalu. Jiyeon mendesah seraya menggoyang-goyangkan kakinya.
“Taecyeon-ah, kenapa kau belum datang juga?” desah Jiyeon yang merasakan perutnya sudah sangat lapar.
Jiyeon memutuskan untuk ke toilet dan pada saat itu Taecyeon datang. Dia tidak sendiri! Dia bersama dengan pamannya, Jin Young dan ige mwoya? Kenapa Krystal terlihat sedang berjalan di sebelah Taecyeon. Krystal, sahabat dekat Jiyeon di Seoul, sedang bergandengan mesra dengan Taecyeon. Mereka bertiga duduk di meja pesanan Taecyeon.
Sementara itu Jiyeon yang sudah keluar dari toilet, tiba-tiba menghentikan langkah saat melihat meja pesanan Taecyeon sudah diisi oleh tiga orang yang dikenalnya.
“K-kenapa ada Krystal?” gumam Jiyeon bingung.
Jiyeon mengitari restoran dan bersembunyi pada tirai bambu yang kebetulan dekat sekali dengan meja Taecyeon. Dengan jarak sedekat ini Jiyeon dapat mencuri dengar pembicaraan Taecyeon, Jin Young dan Krystal.
“Kamsahamnida atas undangan makan malamnya,” ucap Krystal pada Jin Young.
“Aniyo, Taecyeonlah yang mengundangmu,” ucap Jin Young ramah pada Krystal.
“Taecyeon-ah, restoran ini benar-benar bagus,” ucap Krystal.
Jiyeon menyingkap rambutnya yang menutupi telinganya. Dengan wajah serius dia berusaha mendengarkan pembicaraan mereka.
Sepuluh menit berlalu dan pembicaraan mereka belum terdengar menarik. Makanan sudah datang. Bau yang menguar dari makanan tersebut membuat perut Jiyeon berteriak lapar.
“Haruskah aku keluar dan bergabung bersama mereka? Sepertinya tidak ada pembicaraan penting yang ingin mereka bicarakan. Mungkin Taecyeon memang sengaja mengundang Krystal…” gumam Jiyeon dalam hati seraya mengelus perutnya yang kelaparan.
Tepat ketika Jiyeon hendak beranjak keluar, Jin Young mengeluarkan statement yang membuat Jiyeon menghentikan langkahnya.
“Kami akan segera mengusir Jiyeon,” ucap Jin Young.
Tubuh Jiyeon mendadak kaku mendengar ucapan Jin Young.
“Samchon, pastikan bahwa kita telah menemukan ayah dan kakaknya sebelum mengusirnya,” ucap Taecyeon. “Aku benar-benar merasa tidak enak dengannya…”
“Tenang saja…untuk masalah itu sudah aku pikirkan matang-matang,” ucap Jin Young. “Keberadaan dia rumahku benar-benar sangat menguntungkanku. Hanya saja…aku tidak begitu suka dengan kondisi yang sedang dialami yeoja itu. Aku kemiskinan dan kalian tahu? Jiyeon saat ini sedang berteman dengan kemiskinan. Ayahnya bangkrut dan sepertinya Taecyeon-ah, kau tidak bisa mendapatkan apa-apa jika bersama dengannya.”
Krystal terlihat sedang memikirkan sesuatu.
“Tidak denganmu, Kry-ah…” ucap Jin Young buru-buru. “Taecyeon tidak akan meninggalkanmu sekalipun kau jatuh miskin. Dan lagipula…apa kau yakin, ayahmu beserta perusahaannya yang besar itu dapat bangkrut?”
Krystal tersenyum mendengar ucapan Jin Young.
Sebaliknya, dibalik tirai bambu, Jiyeon berusaha menahan air matanya agar tidak jatuh. Dia seperti merasakan cambuk keras pada hatinya. Bagaimana mungkin Taecyeon dan pamannya dapat melakukan hal ini padanya. Apa ini artinya…bahwa selama ini dia hanya diperalat? Dan bodohnya dia baru sadar sekarang.
Dia telah melakukan sebuah kejahatan pada keluarga Kim. Dan lihat sekarang. Sepertinya dia telah salah menilai.
“Lalu bagaimana dengan rencanamu dengan keluarga Kim, Samchon?”
“Aku yakin Min Gyu si bodoh akan segera menandatangani surat jual beli tanahnya. Aku berjanji akan memperkerjakan mereka dikebun itu nantinya. Mereka bebas mengambil hasil panen untuk dijual. Tetapi itu tidak akan berlangsung lama. Sekitar sebulan atau dua bulan, aku akan merubah keadaan semudah membalikkan telapak tangan….”
Taecyeon terlihat tidak mengerti maksud ucapan pamannya.
“Aku akan mengusir mereka setelah aku menandatangani SBN (Surat Balik Nama) atas tanah itu. Mereka tidak akan punya bukti untuk menuntutku. Jelas bahwa tanah itu sah menjadi milikku dan mereka…akan menjadi gelandangan,” jelas Jin Young tenang tetapi mematikan.
“Daebak,” ucap Krystal sambil tersenyum.
“Sudahlah…berhenti membicarakan yeoja miskin itu dengan keluarga Kim. Bagaimana rasa makannya Kry-ah? Tidak kalah enak dengan restoran di Seoul, bukan?”
**
Jiyeon berusaha membawa tubuhnya pulang ke rumah. Dari jauh dia dapat melihat rumah Jin Young yang bertingkat dua, tinggi dan megah. Dia pun menoleh ke kiri, rumah keluarga Kim terlihat begitu kecil dibandingkan dengan rumah Jin Young.
Tiba-tiba saja dia disadarkan oleh langkah kaki seseorang.
“Jiyeon-ssi?”
Jiyeon menoleh dan mendapati Na Mi sedang berada di ujung jalan, baru keluar dari kebun anggurnya. Na Mi memegang sebuah baskom besar berisi adonan lengket yang nyaris habis.
Rasa malu tiba-tiba saja menyerang Jiyeon. Dia malu menunjukkan wajahnya pada seseorang yang telah baik padanya.
“A-Annyeong…” ucap Jiyeon malu.
Tiba-tiba saja Na Mi menghampirinya lalu memeluknya.
“Jiyeon-ssi, aku rindu sekali denganmu. Semenjak kau tinggal di rumah Jin Young-ssi, aku tidak pernah melihatmu berkeliaran di desa ini,” ucap Na Mi dengan senyum hangatnya.
“A-aku memang jarang keluar,” ucap Jiyeon berusaha tidak menatap mata Na Mi.
“Apa kau bahagia tinggal dengan Jin Young-ssi?” tanya Na Mi seraya mengelus pundak Jiyeon.
“M-mwo?”
“Ah mianhae…” ucap Na Mi. “Seharusnya aku tidak menanyakan hal itu. Tentu saja kau bahagia tinggal dengan Jin Young. Apalagi kau dapat tinggal dengan keponakannya Taecyeon. Kalian bersahabat, bukan?”
“N-ne,” jawab Jiyeon ragu.
Mendengar nama Jin Young dan Taecyeon, membuat hati Jiyeon terasa sakit. Entah mengapa…seperti timbul rasa benci di hatinya saat nama itu terngiang di telinganya.
“Hari sudah malam, sebaiknya kau pulang,” ucap Na Mi seraya menunjuk rumah Jin Young di ujung jalan sana.
“Ne,” jawab Jiyeon seraya memandang rumah Jin Young dengan malas-malasan.
“Kalau begitu, aku pulang dulu. Aku harus membuatkan makan malam untuk anak-anak. Seharian ini mereka kerja keras membasmi ulat-ulat di kebun kami,” ucap Na Mi.
Mendengar ucapan Na Mi, membuat Jiyeon merasa tersentil. Inilah hasil dari perbuatannya. Dia telah merugikan keluarga Kim yang sudah sangat baik kepada dirinya. Dia baru sadar bahwa kebaikan keluarga Kim sudah lebih dari cukup. Rasa tidak puas yang belakangan ini dia rasakan ternyata hanyalah sifat buruknya saja. Kenyataannya, keadaan yang Jiyeon alami semasa tinggal di rumah keluarga Kim jauh lebih baik. Dia memang sering adu mulut dengan Myeong Soo dan Haraboji, tetapi itu jauh lebih baik daripada diam di dalam rumah tanpa ada teman mengobrol. Itulah yang dia rasakan belakangan ini semenjak tinggal di rumah Jin Young. Jin Young dan Taecyeon sering meninggalkannya di rumah sendirian. Hal ini membuat Jiyeon jengah dan bosan. Dia bukan orang rumahan. Andai saja dia mengantungi uang banyak, mungkin dia sudah keluar rumah untuk  menyenangkan diri.
Na Mi menoleh ke belakang karena Jiyeon menahan tangannya.
“Wae?” tanya Na Mi.
“M-mianhae,” ucap Jiyeon akhirnya.
“M-mworago?” Na Mi bingung mendengar kata maaf dari mulut Jiyeon.
“Mianhae…” suaea Jiyeon terdengar serak sekarang. Tetapi dia berusaha menahan agar air matanya tidak jatuh.
“Aigooo….” desah Na Mi. “Aku benar-benar tidak mengerti maksud ucapanmu. Kenapa kau meminta maaf?”
Kaki Jiyeon terasa sangat lemas. Hatinya berdebar. Rasa bersalah tiba-tiba saja menggerayanginya. Dan tiba-tiba saja Na Mi terkejut melihat Jiyeon berlutut di depannya. Jiyeon memegang kedua kaki Na Mi dan menunduk.
“Mianhae…” ucap Jiyeon, kini air matanya menetes.
“J-Jiyeon-ssi…kenapa kau melakukan hal ini?” tanya Na Mi panik, berusaha membangunkan tubuh Jiyeon.
“A-akulah…biang dari semua masalah ini,” ucap Jiyeon akhirnya mengaku.
“M-mwo?” tanya Na Mi dengan wajah super bingung.
Jiyeon mendongak menatap Na Mi dengan berurai air mata.
“Aku yang merusak zat-zat pestisida milikmu,” ucap Jiyeon mengaku. “Aku yang membuat perkebunanmu bisa terserang hama ulat sebanyak itu.”
Na Mi terlihat sangat terkejut. Dia tidak dapat bicara apa-apa.
“Mianhae…” desah Jiyeon sekali lagi.
“Kenapa kau bisa sejahat itu?” Seseorang menyahut. Bukan Na Mi, melainkan anaknya, Kim Myeong Soo.
Jiyeon mendapati Myeong Soo sedang menatap benci ke arahnya.
“Kau benar-benar manusia tidak tahu diri,” ucap Myeong Soo penuh nada benci. “Kau tahu? Berapa besar kerugian yang harus kami tanggung akibat perbuatanmu?”
“Myeong Soo-ah, sudahlah…” ucap Na Mi berusaha menenangkan anaknya.
“YAA!” teriak Myeong Soo seraya menunjuk wajah Jiyeon. “Apa kau tidak punya otak? Apa otakmu itu sudah tumpul akibat tidak pernah berpikir dengan baik? Bagaimana bisa di dunia ini ada yeoja macam kau yang tidak punya hati nurani?”
“Myeong Soo-ah, cukup…”
“Aniyo, Eomma!” potong Myeong Soo. “Aku tidak mau melihat Eomma bersikap baik lagi pada yeoja keparat ini!”
Jiyeon berusaha mengontrol dirinya agar tidak marah. Ucapan Myeong Soo benar adanya, dia memang yeoja keparat yang tidak tahu diri.
“Pergi kau dari hadapan kami,” ucap Myeong Soo. “PERGI KAU!!!!”
“Myeong Soo-ah, bukan begini caranya menyelesaikan masalah…” ucap Na Mi.
“Eomma…” ucap Myeong Soo. “Berhenti membela yeoja ini…”
“Eomma tidak bermaksud membelanya. Eomma hanya ingin kita menyelesaikan masalah ini dengan kepala dingin,” ucap Na Mi.
Myeong Soo menarik nafas panjang. Dia melirik ke arah Jiyeon sekali lagi.
“Kenapa Appa harus berhubungan dengan manusia macam kau,” desah Myeong Soo sebelum meninggalkan Na Mi dan Jiyeon.
Jiyeon tidak dapat menyembunyikan air matanya. Dia terus saja menangis, menyesali perbuatannya.
“Gwaenchana…” ucap Na Mi seraya merangkul bahu Jiyeon. “Ayo kita kerumahku. Aku buatkan teh hangat agar kau tenang.”
Jiyeon tidak menyangka ada orang sebaik Na Mi. Jelas-jelas dia telah melakukan sebuah kejahatan pada keluarga Kim, tetapi Na Mi tetap saja bersikap baik padanya.
**
Malam ini Jiyeon menginap di rumah keluarga Kim. Jiyeon kembali pada kamarnya yang kecil. Ternyata, sepeninggalnya Jiyeon ke rumah Jin Young, Myeong Soo tidak kembali menempati kamar itu.
Pagi harinya Jiyeon mendengar suara ribut-ribut di luar. Jiyeon mengintip lewat celah pintu dan mendapati Jin Young bersama Taecyeon sedang adu mulut dengan Min Gi dan Min Gyu.
“Jiyeon pasti ada disini,” ucap Taecyeon bersikeukeh. “Semalaman dia tidak pulang dan dia pasti disini.”
“Pabboya!” Min Gi memukul kepala Taecyeon. “Sudah berapa kali kubilang bahwa anak manja itu tidak ada disini!”
“Sudahlah, Taecyeon-ah,” ucap Jin Young dengan nada bijak. “Tujuan kita kesini bukan untuk mencari Jiyeon. Aku ingin melanjutkan bisnis kita yang tertunda Min Gyu-ssi.”
“Bisnis yang tertunda?” Min Gi menoleh pada anaknya, Min Gyu.
Min Gyu terlihat resah dan tidak berani menatap mata ayahnya.
“Apa maksudmu?” tanya Min Gi pada Jin Young.
“Apa lagi kalau bukan menandatangi surat jual beli tanah…”
“Mwo?” Suara Min Gi meninggi. “Yaa! Min Gyu-ah! Apa kau menjual kebunku pada orang brengsek ini?” tanya Min Gi pada Min Gyu.
“Mianhae, Appa,” ucap Min Gyu dengan suara pelan. “Aku sudah pikirkan baik-baik. Dengan menjual kebun kita pada Jin Young-ssi, itu artinya kita telah membeli keselamatan untuk keluarga kita sendiri. Tidak ada harapan baik untuk kebun kita yang terus-menerus di serang hama. Jin Young-ssi murni ingin membantu kita….”
“Jebal, jangan jual kebun itu!” Sebuah suara menyahut dari dalam. Jiyeon keluar kamar dengan wajah takut.
“Y-yaa?” Min Gi terkejut akan kehadiran Jiyeon di rumahnya. “Kenapa kau bisa ada disini?”
“Jiyeon-ah?” Taecyeon sama terkejutnya. “Kenapa kau bisa ada disini? Aku resah mencarimu semalaman…”
“Cukup,” potong Jiyeon. “Ahjussi, jebal…jangan jual kebunmu,” ulang Jiyeon pada Min Gyu.
“W-wae?” tanya Min Gyu bingung.
Jiyeon memberitahu semua niat buruk Jin Young yang dia dengar semalam di restoran.
“Yaa! Kau jangan asal bicara!” teriak Jin Young dengan mata melotot. “Dasar yeoja tidak tahu diri. Aku sudah menampungmu di rumahku!”
“Aku tidak perduli,” ucap Jiyeon menantang. “Aku telah salah menilai orang. Kupikir kalian berdua baik, ternyata kaliana berdua busuk…”
“Jiyeon-ah, bukankah ini sudah kelewatan?” ucap Taecyeon. “Kenapa kau bicara seperti itu?”
“Kau tidak usah berpura-pura baik padaku. Kau dan pamanmu ini sama saja, sama-sama pintar memperalat orang!” ucap Jiyeon memanas.
“Kau jangan main-main denganku,” ucap Jin Young. “Kartu merahmu ada padaku…”
“Kartu merah yang mana? Apa maksudmu rahasiaku yang telag merusak kebun anggur milik keluarga Kim?” tantang Jiyeon berani.
“M-mwo?” Min Gi dan Min Gyu sama2 terkejut.
“Mianhae Ahjussi…Haraboji…memang akulah yang telah merusak zat2 pestisida milik kalian. Ulat2 dikebun itu muncul karena ulahku…”
Dan tiba-tiba saja sebuah tamparan keras melayang ke pipi Jiyeon. Min Gi tidak dapat menahan emosinya.
“Appa…keumanhae Appa!” Min Gyu berusaha menahan tangan Min Gi ketika hendak menampar Jiyeon lagi.
Jiyeon hanya diam, terkejut akan tamparan Min Gi buatnya. Dia malu dan bingung mau bicara apa lagi. Matanya memanas, rasanya air matanya sebentar lagi akan jatuh. Pipinya memerah akibat tamparan keras Min Gi. Baru pertama kali dia mendapat tamparan seperti ini. Appanya saja tidak pernah melakukannya.
“Saekki!” Min Gi berusaha menampar Jiyeon lagi, tetapi Myeong Soo dengan cepat menarik Jiyeon ke belakang tubuhnya.
“Keumanhe, Haraboji,” ucap Myeong Soo tenang. Tangannya erat memegang pergelangan tangan Jiyeon. “Appa, tolong selesaikan masalah kalian tentang jual beli tanah kita. Aku akan mengurus yeoja ini,” tambah Myeong Soo sebelum menarik Jiyeon pergi dari tempat itu.
Myeong Soo membawa Jiyeon ke tepi pantai di belakang desa. Jiyeon hanya menunduk, tidak berani menunjukkan wajahnya pada Myeong Soo.
“Kau disini saja sampai masalah di rumahku selesai,” ucap Myeong Soo.
Jiyeon tetap diam. Dia sedang sibuk menahan air matanya agar tidak jatuh. Dia tidak mau menangis, terlebih lagi menangis di depan Myeong Soo.
Satu hal yang tiba-tiba saja mengejutkan Jiyeon. Tangan Myeong Soo terulur ke arahnya, menyingkap rambutnya yang tergerai menutupi pipinya yang merah. Awalnya Myeong Soo ragu melakukan hal ini, tetapi dia tidak bisa melihat seorang yeoja dalam keadaan seperti ini. Dengan suara pelan Myeong Soo bertanya, “Apa pipimu sakit?”
To Be Continue

Opmerkings

Gewilde plasings van hierdie blog

Lirik Lagu Infinite Lately (White Confession) with Translate