Love Rain




LOVE RAIN [DRABBLE]

Author : naa

Main Cast :
Hwang Chansung
Ahn Young Mi

Genre : Soft Romance

Rate : Teen

Length : Drabble (2.096 words)

Disclaimer : This is pure my idea. Hwang Chansung belongs to himself, and Ahn Young Mi is just my fiction cast.

Warning : I hope no one can copy and paste without my permission ^^

Recommended Song : 4Men – Reason

This is my first story in this blog, so enjoy your reading ^^ !


***

“Karena hujan mampu mengingatkanku akan sosokmu, dingin sekaligus hangat dalam waktu yang bersamaan.” – Ahn Young Mi

***

Suda Cafe, Seogyo-dong, Mapo-gu, South Korea
05.30 PM

AUTHOR’S POV
Gemuruh air membungkam kebisingan candaan beberapa orang di kedai kopi itu, menelisik telinga dengan butiran-butiran hujan yang mengunjungi bumi menjelang petang di hari ini. Di antara beberapa orang di dalamnya, seorang pria terlihat asyik menenggelamkan dirinya sendiri dalam lamunan panjang, entah apa yang membuatnya mendesah setiap dua menit sekali, sangat bertolak belakang dengan derasnya hujan yang menggempakan wilayah Mapo dengan bahagianya. Jari telunjuk kanannya berulang kali memutar pada pinggiran cangkir berisikan Hot Chocolate Coffee yang sama sekali belum disentuh oleh lidahnya. Sorot matanya lelah, seperti menahan himpitan yang masih tersimpan rapi dalam hatinya.
Tidak lama kemudian, dia mengeluarkan dompet dari dalam saku celana jeans hitamnya, meletakkan selembar uang seratus ribu won di atas meja tanpa melakukan hal apa-apa lagi.


HWANG CHANSUNG’S POV
Mataku menerawang jauh ke atas langit gelap, tidak menunjukkan tanda-tanda kapan hujan petang ini akan usai mendera bumi. Seperti halnya perasaanku, kapan saatnya aku bisa meraih gadis itu. Gadis yang menyandera segala pikiranku sejak dua tahun yang lalu – seharusnya. Karena secara nyata, aku baru menyadari perasaanku padanya satu bulan yang lalu, saat dirinya dengan antusias menceritakan semua perjalanan cintanya dengan – tunangannya.
Haahh! Mengingatnya saja sudah membuat dadaku sesak!
Pria bodoh mana yang terlambat memutuskan perasaannya sendiri? Pria bodoh mana yang rela menjadi pengecut tanpa berusaha mengungkapkan segenap cinta pada gadis yang menyita pikirannya? Pria bodoh mana yang tidak tau diri menyukai gadis yang hampir menjadi milik orang lain?
Segaris senyum getir menghiasi bibirku yang terasa dingin kala pertanyaan-pertanyaan menyakitkan itu singgah di benakku, membuat diriku sangsi akan seperti apa kehidupanku kelak tanpa gadis itu.
“Chanana! Aku sudah bertunangan dengan Junho! Kau pasti senang sekali, bukan? Karena akhirnya kau bebas dari gangguanku selama dua tahun ini. Hmm.. Anggap saja perasaanku yang lalu hanya sebatas sayang terhadap sahabat. Bagaimana? Kau setuju tidak?”
Ingatanku terjuntai kembali saat mendengar pernyataan gadis itu, menohok jantung dengan dalam seketika itu juga, meluluh-lantakkan seluruh kalimat yang sudah kupersiapkan untuk meminang gadis itu.
“Ahn Young Mi, kenapa harus kau?” desisku pelan sembari mengepalkan kedua tanganku kuat.
“Kenapa kau menyerah pada perasaanmu saat aku hendak berbalik membalasnya? Kenapa kau dengan mudahnya jatuh cinta pada pria lain padahal hanya aku yang selalu berkeliaran di dekatmu? Kau sedang menghukumku karena aku buta akan kehadiranmu dulu? Karena kenyataannya, sekarang aku sedang merasakan hal yang pernah kau alami, tersiksa saat diabaikan oleh orang yang kau cintai,” gumamku pelan, menahan air mata yang menggenang dalam pelupuk mataku.
“Chanana?”
Bulu kudukku meremang mendengar suara seperti gadis itu, mirip sekali. Apakah fantasiku berlebihan menganggap gadis itu ada di dekatku sekarang?
“Chanana!! Kenapa kau diam saja??”
Lengan kiriku menghangat, terasa mengenal sentuhan ini. Perlahan, aku mengangkat kepalaku dan terpaku melihat pemandangan di hadapanku. Gadis itu – Ahn Young Mi, berdiri dengan guratan kecemasan terlihat di wajah putihnya.
“Aku bertanya padamu, mengapa kau diam saja? Apa yang kau lakukan disini?” tanyanya dengan volume suara tinggi, ciri khasnya. Entah mengapa, telingaku tidak menangkap suara hujan yang deras lagi, karena fokusku hanya pada gadis ini, ditujukan untuk gadis ini saja.
“Menunggumu,” lirihku dengan amat pelan. Gadis itu mengerutkan keningnya bingung.
Mworago?? Bicaralah dengan suara yang lebih keras,” pintanya. Aku tersenyum tipis, tidak berminat mengajaknya bicara terlebih dahulu. Aku sedang menikmati wajahnya, merekamnya melalui indera penglihatanku, memuaskan diriku dengan kehadirannya yang nyata di hadapanku.
“Chanana?” tegurnya saat aku hanya diam saja. Dia tidak tau, aku masih berusaha meredam detak jantung yang bekerja di luar normal saat dia menyebut nama panggilanku seperti itu, hal yang tidak pernah terjadi sebelumnya selama aku bersamanya. Darahku berdesir hebat saat tangannya meraih kedua tanganku, menggenggamnya erat, menyalurkan suhu tubuh normalnya padaku.
“Tanganmu dingin sekali. Kau bisa sakit hanya dengan mengenakan sweater tipis seperti itu. Mana kunci mobilmu? Aku akan mengantarmu pulang sekarang,” ujarnya khawatir. Kedua tanganku bergerak, kali ini aku yang menggenggam tangannya erat, membuatnya mengernyitkan dahi tidak mengerti.
“Apa yang terjadi, Chanana? Jika kali ini kau tidak berbicara juga, aku akan meninggalkanmu sekarang,” ancamnya.
Dengan gerakan cepat, aku mendekapnya dalam pelukanku, terlalu takut dengan ancamannya.
“Cha – Chanana.”
“Bagaimana bisa kau berkata seperti itu? Gadis macam apa kau ini?” tanyaku pelan. Jika saja hujan berhenti, dia pasti mendengar suaraku yang bergetar.
“Gadis yang selalu kau abaikan,” gumamnya dengan suara amat pelan. Dia langsung menyurukkan kepalanya dalam dadaku. Jawabannya membuat telingaku berdengung sakit, hatiku mencelos mengetahui aku memang mengabaikannya.
“Aku tidak akan mengabaikanmu lagi, Mi~ya. Tetaplah dalam dekapanku, berdirilah dimanapun aku bisa melihatmu. Jangan meninggalkanku untuk alasan apapun.”
“Ap – apa yang kau katakan?”
Aku mengeratkan pelukanku padanya, menghirup napas tepat di ceruk lehernya.
Saranghae.”


Hwang Chansung’s Apartment, Seodaemun, South Korea
09.45 PM

AHN YOUNG MI’S POV
Uhuuk!!
“Aish! Sudah kubilang pelan-pelan! Kenapa kau makan terburu-buru seperti itu??” bentakku sambil menyerahkan segelas air putih pada Chansung.
“Kau tidak perlu menatapku saat makan!” bentaknya kembali. Aku mendelik dan tanpa sadar mengerucutkan bibir beberapa centi ke depan.
“Ckk! Tidak perlu berteriak seperti itu! Kau beruntung aku mau memasakkan makanan untukmu malam-malam begini. Kau seperti tidak makan selama satu minggu saja,” cerocosku.
“Tepat sekali! Aku memang tidak makan selama itu,” ujarnya sambil memasukkan potongan kimbab besar ke dalam mulutnya.
“Yang benar saja, Hwang Chansung! Bagaimana bisa kau melakukannya?” teriakku panik. Pria ini! Selalu saja seenaknya sendiri!
“Kau kenapa? Khawatir padaku?” ejeknya sambil mengulum senyum setelah menelan habis kimbabnya.
“Tentu saja! Sebagai sahabatmu, aku pasti mengkhawatirkanmu,” jawabku yang dibalas dengan hentakan sumpit yang berasal dari tangannya. Aku sedikit memundurkan tubuhku melihat sorot mata dinginnya kembali mencuat, membuatku bergidik ngeri seketika.
“Sebaiknya kau jangan pernah mengucapkan kalimat itu lagi,” ujarnya datar namun menyeramkan. “Aku benci mendengarnya.”
Aku menunduk saat dia kembali menyantap makanannya, aku hanya tidak ingin terlalu berharap banyak saat mendengar permintaannya tadi, saat dia mengatakan kata-kata yang selama ini aku tunggu. Bahwa akhirnya perasaanku tersampaikan setelah sekian lama aku menanggungnya sendiri. Tetapi mengapa dia kembali bersikap dingin padaku? Jika semuanya hanya sebuah permainan yang diciptakannya, aku akan mundur perlahan. Seharusnya dia tidak menunjukkan sikap dingin yang kubenci dari dirinya, karena aku semakin tidak yakin akan perasaannya padaku.
“Aku selesai,” ujarnya pelan, menyentak pikiranku.
“O? Ngg – kalau begitu aku akan membereskannya.” Aku beranjak dari kursi makan dan mulai membereskan semua piring tanpa sisa makanan apapun lagi, dan tanpa sadar aku menyunggingkan senyum, teramat bahagia bahwa dia masih menyukai masakanku.


***
“Kau mau kemana?” tanyanya saat aku hendak meraih gagang pintu apartmentnya. Aku menoleh dan tersenyum.
“Aku mau pulang. Umma pasti mencariku.”
“Tapi ini sudah malam, Young Mi~ya.”
Aku tersenyum lagi, “Tenang saja, Chanana. Aku bisa pulang naik taksi.”
“Pasti akan sangat lama! Biar aku saja yang mengantarmu,” sahutnya sedikit keras.
“Tidak perlu. Kau harus istirahat. Aku bisa meminta – “
“Aku tidak mengizinkanmu pulang dengan pria itu!” bentaknya.
Aku mengerutkan kening, “Mwo? Pria siapa? Maksudku aku bisa meminta operatornya untuk mengirimkan satu taksi untukku.”
Dia terdiam sejenak, “Tidak boleh! Kau menginap saja disini!” celetuknya.
“Yak!! Umma bisa marah besar padaku jika aku tidur di rumah seorang pria! Seenaknya saja kau bicara!” teriakku keras. Dia memalingkan wajahnya ke arah lain, tampak tidak peduli dengan teriakkanku.
“Sudahlah! Aku pulang dulu,” pamitku.
“Siapa yang mengizinkanmu keluar, hah?” tanyanya. Aku tersentak kaget saat dia menutup kembali pintu apartmentnya sembari menahan lenganku.
“Kau tidak boleh pergi! Aku akan menelepon Umma dan Appamu. Mereka sangat percaya padaku, kau tau tidak?”
“Cih! Tekan rasa terlalu percaya dirimu, Chanana. Jika tidak, kau akan malu dengan tingkah lakumu sendiri,” cibirku. Dia menempelkan ponsel di telinganya, sedangkan aku memilih duduk di sofa dan menghidupkan televisi.
“Apa aku bilang? Mereka mempercayaiku, Young Mi~ya,” ujarnya sembari duduk di sampingku.
“Terserah kau sajalah. Cepat kau istirahat di kamarmu, aku akan tidur di sofa saja,” perintahku tanpa mengalihkan perhatian dari televisi.
“Kenapa kau belum beranjak juga?” tanyaku menoleh ke arahnya karena dia tak kunjung berdiri sejak lima menit yang lalu.
“Heish! Hwang Chansung bodoh! Aku menyuruhmu tidur di kamar, bukan ketiduran di sofa seperti ini!!” gerutuku. Aku menggerakkan lengannya, bermaksud membangunkannya. Namun, dengan mata tertutup, dia justru menarik lenganku bersandar pada sofa dan tanpa mengambil banyak waktu lagi, dia meletakkan kepalanya di bahuku.
“Yak!! Menyingkirlah! Seperti kepalamu ringan saja! Chanana!! Menyingkirlah! Bahuku bisa kram jika kau tidur seperti ini!!”
Aku menghembuskan napas panjang, menyerah membujuk pria ini agar tidur di kamarnya. Aku menatap acara drama di televisi dengan tatapan kosong, cukup lama hingga aku merasa Chansung sudah terlelap dalam mimpi melihat napasnya yang mulai teratur.
Aku menghela napas sejenak, “Aku tidak peduli kau mendengarkanku atau tidak saat ini, tapi bagiku yang terpenting adalah aku bisa menyampaikan kegelisahanku sejak kau memelukku saat hujan tadi.”
Kurasa dia benar-benar sudah tidur dengan nyenyak, jadi aku bebas melanjutkan monolog sendiri tanpa ragu.
“Pelukan pertamamu untukku, aku tidak menyangka hujan menjadi pengiring rasa bahagiaku, rasanya tubuhku menghangat ketika kau mendekapku dengan sangat erat, seakan-akan pernyataan yang kau ucapkan memang benar adanya. Memintaku untuk tidak meninggalkanmu.”
“Entah mengapa, aku ragu untuk mempercayainya. Bagaimana caranya kau bisa membalas perasaanku setelah sekian lama aku menunggumu? Dengan keyakinan apa aku bisa mudah menerimanya? Sementara yang aku ketahui, hatimu terlalu beku untuk aku luluhkan. Kau terlalu dingin untukku, Chanana. Dan sungguh, aku benci saat kau mulai menunjukkan sikap dinginmu yang akut. Aku selalu menganggapnya kau tidak peduli dengan kehadiranku, kau tidak suka saat aku berkeliaran di sisimu, kau menganggapku hanya sekedar sahabat.”
“Rasanya menyesakkan, Chanana. Mengetahui aku hanya mampu menyandang status sebagai sahabat untukmu, tanpa aku bisa melakukan apa-apa lagi agar kau mulai menatapku, mulai menerima perasaanku yang menginginkan lebih dari sekedar seorang sahabat. Hingga saat kau menyatakan kata yang selama ini aku tunggu, aku merasa harus menulikan telingaku. Aku terlalu takut untuk mempercayainya, karena itu memungkinkan benakku untuk sekedar berhalusinasi saja. Mengenai Junho, dia hanya kakak sepupuku. Aku mengikuti sarannya untuk menjahilimu, mengatakan bahwa aku sudah bertunangan dengannya. Dan ternyata, prediksiku salah. Kau bersikap biasa saja, tidak menyesal aku telah bersama dengan pria lain,” jelasku tanpa jeda. Aku menghembuskan napas panjang, sedikit menguar beban yang menghimpit benakku sejak tadi.
“Aku tidak ingin berharap banyak, Chanana. Jika kejadian tadi memang nyata, kuharap kau bersedia menunjukkannya padaku suatu saat nanti.”

CHU!!
Aku membeku, tidak menyangka pria ini tidak benar-benar tidur di bahuku. Lihat saja apa yang baru saja dia lakukan padaku.
“Ka – ka – kau melakukan ap – apa padaku??”
“Aku hanya mencium pipimu. Atau… kau mau kucium di daerah lainnya?” godanya.
Plak!
Aku memukul lengannya sekuat tenaga hingga dia mengaduh kesakitan.
“Kau jahat sekali!! Mencuri dengar pembicaraanku!!”
“Kau bilang kau tidak peduli apakah aku mendengarkannya atau tidak,” belanya dengan wajah menjengkelkan namun tetap tampan di mataku. Aku terdiam sejenak, kemudian menunduk lesu.
“Setidaknya aku lega sekarang. Apa aku bisa mendengar hal dari dirimu yang membuatku yakin dengan kejadian tadi? Jika memang itu hanya halusinasiku saja, aku tetap akan mendengarnya,” pintaku sambil menahan napas, tidak sanggup mengendalikan detak jantung sendiri saat tatapannya menghujam lekat dalam mataku.
Chansung tersenyum manis dan mengusap pipiku dengan lembut, “Aku benar-benar takut saat kau mengancam akan meninggalkanku jika aku tidak lekas berbicara saat kau menemukanku di halaman kedai kopi tadi, dan aku menganggapnya kau benar-benar akan pergi menjauhiku, tidak lagi menampakkan diri di hadapanku, meninggalkanku tanpa mendengar pengakuan perasaanku yang sebenarnya. Kau tau? Aku akan merebutmu dari pria manapun juga jika kau jatuh cinta dengan mudahnya pada pria lain. Dan sekarang, kau sudah yakin bukan kejadian tadi adalah kenyataan?”
Perlahan, aku mendekat ke arahnya, meluapkan rasa bahagia yang sesungguhnya dengan memeluknya erat, menghirup wangi maskulin yang menguar dari tubuh kekarnya.
“Aku tidak akan mengabaikanmu lagi, Young Mi~ya,” ujarnya seraya membelai lembut rambut panjangku, “Cukup aku menyakiti perasaanmu dengan tidak menyadari kehadiranmu yang selalu di dekatku, aku merasakan sesak mendera hatiku saat aku mengalami hal yang sama denganmu, diabaikan oleh orang yang kita cintai. Tetapi mulai sekarang, kau harus menatapku saja, tidak boleh terpikat pada pria lain, dan harus selalu berkeliaran di dekatku. Kau mengerti?”
Aku mengangguk dan tersenyum dari balik bahunya, “Terima kasih, Chanana.”
“Dengarkan aku baik-baik,” imbuhnya dengan menarikku semakin erat ke dalam tubuhnya, merasakan kehangatan yang tidak bisa kugambarkan dengan rinci.
“Bertahanlah mencintaiku, Ahn Young Mi. Karena sekali kau menghanyutkan perasaanmu hingga aku mampu meraihnya, kau tidak akan pernah bisa terlepas begitu saja jika aku tidak mengizinkannya. Dan aku menjamin satu hal padamu, aku tidak pernah berminat untuk melakukannya.”

END.

Opmerkings

Gewilde plasings van hierdie blog

Lirik Lagu Infinite Lately (White Confession) with Translate