Slaan oor na hoofinhoud

VINEYARD BROTHERS ~ Part 10

Title: Vineyard Brothers
Author: Icha
Type: Chapter
Genre: Romance / Family Story
Rating: T
My Twitter : @icaque
Cast :
Park Jiyeon
Vineyard Brothers :
Jang Woo (Anak Ke 1)
Ah In (Anak Ke 2)
Myeong Soo  (Anak Ke 3)
Seok-Hyeon (Anak Ke 4)
Etc
~~~~~~~~~
All Author P.O.V
Hari ini festival anggur di adakan. Lapangan besar di desa tempat Myung Soo tinggal menjadi ramai. Untuk kali ini keluarga Kim tidak bisa mengikuti festival anggur ini dikarenakan keadaan perkebunan yang belum membaik.
Pagi2 sekali Jiyeon, dengan bersemangat bangun lalu keluar dari kamarnya. Di merenggangkan otot2 tubuhnya yang kaku. Angir pagi melewati bawah hidungnya, membuat sensasi dingin.
“Daebak…tidak pernah aku sesegar ini,” desah Jiyeon mengagumi dirinya sendiri.
Tiba-tiba Myung Soo keluar dari halaman belakang. Rambutnya basah, sepertinya dia baru saja mandi.
“Kau sudah mandi?” tanya Jiyeon.
“Ne,” jawab Myung Soo singkat.
Ketika Myung Soo hendak masuk ke kamarnya, Jiyeon menahan tangannya seraya berkata, “Chankamman…”
Tiba-tiba saja Jiyeon menjulurkan tangannya, mengusap sudut bibir Myung Soo.
“A-apa yang kau lakukan?” tanya Myung Soo dengan nada dan ekspresi terkejut. Dia langsung memundurkan wajahnya.
“Apa kau berniat membawa sisa busa odolmu ke festival?” tanya Jiyeon.
“A-aku bisa melakukannya sendiri. Kau tidak usah sok baik begitu padaku,” ucap Myung Soo salah tingkah seraya masuk ke dalam kamarnya.
Dengan dahi berkerut, Jiyeon bergumam, “Kenapa dengan anak itu? Kenapa dia ketus sekali?”
**
Min Gyu membawa seluruh keluarganya dengan mobil truknya menuju lapangan tempat di adakannya festival anggur. Di lapangan ternyata sudah ramai sekali. Rasanya seperti pergi ke tempat karnaval, ramai dan mengasikkan. Ada beberapa stand yang menjual anggur, dan ada pula yang menjual makanan+minuman olahan dari anggur.
“Daebak,” ucap Jiyeon dengan tatapan kagum. “Aku tidak pernah melihat festival macam ini.”
“Jinjiha?” celetuk Myung Soo. “Lalu festival macam apa yang pernah kau lihat?”
“Bukan festival sih, melainkan seperti party night club atau acara fashion show,” jawab Jiyeon.
“Sayang sekali, kau tidak bisa menemukan hal itu disini,” ucap Myung Soo.
“Jiyeon-ah,” sambar Ah In sambil tersenyum. “Cobalah,” ucap Ah In seraya menyuapi Jiyeon potongan pie anggur lezat.
Entah mengapa hal ini membuat Myung Soo jengah. Dia berusaha mengalihkan pandangannya, mendapati sosok Hwayoung di ujung sana sedang melambai ke arahnya.
“Yaa, Myung Soo-ah,” panggil Ah In. “Mau ikut kami ke stand sana?”
Myung Soo melihat Ah In menggandeng tangan Jiyeon. Desiran kekesalannya membuatnya berkata tidak. Tanpa banyak bicara Myung Soo langsung pergi meninggalkan mereka berdua.
Tanpa sadar Myung Soo pergi ke stand milik Jin Young.
“Ah~cucu dari si miskin Min Gi datang juga,” ucap Jin Young. “Buat apa kau datang? Apa kau berencana mencuri anggur dari salah satu stand?”
“Aku tidak serendah itu,” jawab Myung Soo santai. “Lagipula, keluargaku ini murni keluarga pecinta anggur. Jadi, biarpun kami tidak mengikuti kontes anggur pada tahun ini, kami akan tetap datang. Berbeda denganmu, Ahjussi. Aku ragu kau benar2 mencintai anggur. Bukankah yang terbesit di otakmu hanyalah uang dan tanah?”
Jin Young menggeram kesal mendengar ucapan Myung Soo.
“Jaga ucapanmu,” sambar Taecyeon seraya mendorong bahu kanan Myung Soo.
“Dan beritahu pamanmu untuk menjaga mulutnya,” balas Myung Soo tidak mau kalah.
Tiba-tiba Hwayoung muncul.
“Myung Soo-ah?” panggil Hwayoung. “Kau datang? Kupikir kau dan keluargamu tidak akan datang. Apa masalah perkebunanmu sudah selesai?”
Mendengar itu membuat Jin Young tersenyum mengejek.
“Kebun mati itu tidak akan berfungsi lagi. Apa kalian punya uang, heh, untuk memperbaiki kebun itu?” tanya Jin Young.
Myung Soo tidak dapat menjawab pertanyaan Jin Young. Memang benar ucapan Jin Young, dia dan keluarganya sedang mengalami krisis uang, jadi bagaimana mungkin mereka dapat memperbaiki kebun mereka dalam waktu cepat.
Hwayoung yang merasa tidak suka akan percakapan ini langsung menyambar tangan Myung Soo seraya berkata, “Ppali kita pergi.”
Myung Soo tidak menjawab, tetapi dia membiarkan Hwayoung menggandeng tangannya.
Kontes anggur sudah selesai, hanya tinggal menunggu penilaian dari juri. Sebenarnya hal ini tidak begitu berguna bagi Min Gi & Min Gyu. Mereka tidak dapat mengikuti kontes ini, tetapi karena Min Gi dan Min Gyu pecinta anggur, kedua bapak dan anak itu dengan senang hati memperhatikan saat kontes itu berlangsung.
Sedangkan di lapangan, Ah In dan Jiyeon mendaftar lomba dance tong anggur. Couple naik ke dalam tong besar yang berisi anggur. Kaki2 mereka sudah dilapisi plastik pembungkus agar anggur2 bebas bakteri. Couple itu akan dance di atas anggur2 itu sehingga anggur2 itu hancur nantinya. Myung Soo dan Hwayoung yang baru datang melihat kedua couple itu sedang menunggu giliran.
“Kau ingat kita pernah mengikuti lomba itu?” tanya Hwayoung mencoba mengingat memori Myung Soo.
“Aku tidak pernah lupa, sedikit pun, memori tentang kita,” jawab Myung Soo.
Mendengar hal ini membuat Hwayoung senang.
“Tetapi itu sudah tidak ada gunanya lagi,” tambah Myung Soo, membuat Hwayoung sedih mendadak.
Tiba-tiba terdengar suara si MC berteriak kalau mereka kurang satu couple lagi. Ah In yang melihat keberadaan Myung Soo dan Hwayoung langsung menunjuk mereka. Awalnya Myung Soo menolak, tetapi karena melihat keceriaan pada wajah Jiyeon, entah mengapa, dia jadi ingin ikut, bahkan untuk membuktikan Jiyeon bisa menang jika berpasangan dengan dirinya, bukan dengan Ah In. Akhirnya Myung Soo dan Hwayoung ikut lomba itu.
Ah In dengan Jiyeon, Myung Soo dengan Hwayoung. Dua couple itu sudah berada di dalam tong besar berisi anggur. Musik pun diputar. Keceriaan Jiyeon dan Ah In dapat dirasakan oleh Myung Soo dalam jarak sedekat ini. Dan entah rasa rasa cemburu meletup-letup di dalam hati Myung Soo. Dia berusaha meredamnya, dengan melihat wajah Hwayoung yang sedang tersenyum ke arahnya. Dan anehnya, ketika dia menatap Hwayoung, rasa cemburu yang dia rasakan berubah menjadi kesedihan. Dia tahu betul bagaimana rasa sakit yang dia rasakan sewaktu Hwayoung meninggalkan dirinya dulu. Hal ini membuat dance Myung Soo berantakan. Anggur2 dalam tong Myung Soo dan Hwayoung banyak yang belum hancur, sedang tong Ah In dan Jiyeon nyaris sepenuhnya hancur. Dan pada akhirnya, keran yang dipasang pada sisi tong itu mengeluarkan air, sari anggur yang dihancurkan oleh Ah In dan Jiyeon. Otomatis couple Ah In dan Jiyeon menang.
Myung Soo keluar dari tong, begitu pun dengan Jiyeon. Jiyeon terlihat sangat riang menerima hadiah dari si MC.
“Ada apa dengan aku?” desah Myung Soo dalam hati. Mengapa melihat Jiyeon membuatnya begitu bahagia, sedang saat melihat Hwayoung? kesedihan menyerangnya bertubi-tubi. Myung Soo menggeleng seraya bergumam, “Tidak mungkin aku menyukainya. Sudah lama aku tidak merasakan hal ini sejak…”
“Myung Soo-ah?” Tiba-tiba wajah Jiyeon muncul di depan Myung Soo. Myung Soo agak terkejut melihatnya, tetapi dia berusaha bersikap normal. “Kau lihat? Aku dan Ah In menang.”
“Ne,” jawab Myung Soo berusaha tersenyum.
“Sebelumnya aku tidak pernah memenangkan kontes apapun. Sewaktu aku mengikuti acara fashion show di Kanada pun aku kalah. Tidak menyangka aku dapat menjadi pemenang di kontes anggur seperti ini,” ucap Jiyeon dipenuhi tawa dan senyum.
Tiba-tiba Ah In memanggilnya, “Jiyeon-ah…ppali…kita ke stand lain.”
“Ne,” jawab Jiyeon beranjak meninggalkan Myung Soo.
Entah apa yang membuat Myung Soo, dengan cepat menahan tangan Jiyeon.
“Wae?” tanya Jiyeon.
“Aku ingin bicara denganmu,” ucap Myung Soo dengan wajah tegang.
“Bukankah kita sedang bicara sekarang?” gurau Jiyeon.
“Tentang hal lain. Hal yang tidak pernah terpikir dibenakku sebelumnya. Benar-benar hal penting,” jawab Myung Soo.
Ah In masih menunggu Jiyeon di sana.
“Jadi?” tanya Jiyeon.
“Bisakah kita pergi ke suatu tempat? Berdua saja?” tanya Myung Soo.
Ekspresi Jiyeon tiba-tiba berubah terkejut. Bukan! Bukan karena ucapan Myung Soo, tetapi karena Jiyeon baru saja melihat sosok yang dikenalnya sebagai…APPANYA!!
**
Jiyeon menepis tangan Myung Soo dan tanpa mendengarkan panggilan Myung Soo dan Ah In kepadanya, Jiyeon terus berjalan ke arah tempat dimana truk keluarga Kim diparkir. Dia yakin bahwa dia telah melihat Appanya sedang berada di parkiran.
Jiyeon berlari menghampiri truk keluarga Kim dan tepat di baliknya, Min Gyu sedang berbicara dengan Tuan Park. Susah menjabarkan bagaimana perasaan Jiyeon saat ini. Senangkah atau sedihkah? Melihat sosok ayahnya yang sudah lama menghilang. Membuat hati Jiyeon dapat bernafas lega. Rasa rindunya tiba-tiba saja merebak. Tetapi mengapa rasa sedih mencoba menyelip diantara rasa senang yang dia rasakan saat ini? Kenapa Min Gyu dan Appanya terlihat sedang membicarakan sesuatu yang serius? Kenapa Min Gyu tidak degan segera memanggil dirinya tahu bahwa Ayahnya sudah ditemukan?
“Appa?” desah Jiyeon, membuat Tuan Park dan Min Gyu menoleh bersamaan. Tuan Park terkejut melihat Jiyeon sedang berdiri tidak lebih dari tujuh meter dari tempatnya berdiri.
“Jiyeon-ah?” Rasa terkejut bercampur sedih menghiasi wajah Tuan Park.
Penampilan ayahnya tidak ada yang berubah. Kemeja mahal dan sepatunya masih menghiasi tubuh Tuan Park. Jadi bagaimana bisa hal ini disebut dengan kebangkrutan?
Tuan Park menghampiri Jiyeon.
“Anakku,” ucap Tuan Park seraya memeluk Jiyeon.
“Bogosipho, Appa,” ucap Jiyeon, air matanya mengalir deras.
“Ne, Appa juga sangat merindukanmu, Jiyeon-ah,” ucap Tuan Park mempererat pelukannya.
Tiba-tiba Jiyeon melepaskan pelukannya. Sekali lagi hal yang membuatnya merasa aneh, kenapa parfum ayahnya yang harganya ratusan juta masih tercium kuat sekali di kemeja ayahnya. Darimana ayahnya mendapatkan parfum itu?
“Sebenarnya apa yang sudah terjadi?” tanya Jiyeon meminta penjelasan. “Bukankah usahamu sudah bangkrut? Bukankah kita sudah jatuh miskin? Lalu kenapa? Appa…demi Tuhan, penampilanmu ini jauh lebih baik ketimbang penampilan Jin Young-ssi! Apa benar kita sudah jatuh miskin?!”
“Jiyeon-ah…dengarkan penjelasan Appa dulu,” ucap Tuan Park.
Jiyeon berusaha menalari semua ini. Dan sampai pada akhirnya sebuah jawaban terlintas di otak Jiyeon.
“Apa kau sedang membohongiku, Appa?” tanya Jiyeon, berharap bahwa tebakannya salah.
Tuan Park mengurut keningnya, bingung mau menjelaskan hal ini kepada Jiyeon.
“Mianhaeyo…Jiyeon-ah,” jawab Tuan Park akhirnya.
Hati Jiyeon mencelos, menyadari bahwa semua yang sudah terjadi padanya belakangan ini akibat buah dari kebohongan ayahnya.
“Appa! Bagaimana bisa kau melakukan hal ini padaku?” tanya Jiyeon, air matanya semakin deras.
“Jiyeon-ah…” desah Tuan Park.
“Kau tahu, Appa? Aku nyaris saja di perkosa sewaktu di Seoul. Aku bingung tidak punya tempat tinggal, aku kelaparan, aku kacau. Dan semua itu terjadi karena sebuah kebohongan?” rintih Jiyeon. “Kenapa kau melakukan hal itu, Appa?”
“Jiyeon-ah, dengarkan dulu!” ucap Tuan Park seraya memegang kedua lengan Jiyeon dengan erat. “Appa melakukan hal ini untuk kamu. Appa sudah bingung dan frustasi menghadapi sikap egoismu.  Apa bingung kenapa sikapmu berubah menjadi yeoja kejam seperti itu. Sampai akhirnya Appa memutuskan untuk melakukan hal ini padamu. Tetapi Appa tidak lepas tangan begitu saja. Min Gyu-ssi telah menolong Appa. Appa sengaja meminta bantuan pada Min Gyu-ssi untuk menjagamu, mengawasimu, bahkan memberikan sebuah perlindungan. Kau dapat tingal di rumah Min Gyu karena Appa yang memintanya.”
Dan satu kenyataan yang membuka pikiran Park Jiyeon. Bahwa selama ini tingkah laku buruknya telah merisaukan Appanya. Dan baru belakangan ini Jiyeon sadar, bahwa kekejaman yang telah dia lakukan pada banyak orang adalah riwayat hidupnya yang paling memalukan. Jiyeon ingin marah kepada ayahnya, tetapi penjelasan ayahnya tadi sudah lebih dari cukup, paling tidak untuk menyadarkan Jiyeon, bahwa apa yang telah ayahnya lakukan pada dirinya sangat beralasan.
Tuan Park memeluk Jiyeon. Jiyeon pun membalasnya.
“Mianhaeyo, Appa,” ucap Jiyeon. “Mianhae…kalau sikapku telah membuatmu malu.”
“Kau telah banyak belajar Jiyeon-ah,” ucap Tuan Park. “Bahwa hidup bukan hanya sekedar menghabiskan uang. Kita perlu perjuangan. Dan kau telah mengalami perjuangan itu. Appa benar-benar bangga padamu bahwa kau bisa berubah. Min Gyu-ssi setiap hari menelponku, memberitahu progres dirimu yang semakin membaik.”
Jiyeon menggeleng seraya berkata, “Aku telah menghancurkan perkebunan Ahjussi. Aku benar-benar telah melakukan kesalahan yang fatal.”
Tuan Park tersenyum seraya menjawab, “Hal itu pun tidak luput dari laporan Min Gyu-ssi.”
Jiyeon terlihat malu pada ayahnya.
“Gwaenchanayo, Min Gyu-ssi juga memberitahuku bahwa kau telah berusaha keras menebus semua kesalahanmu. Appa benar2 bangga padamu,” ucap Appanya.
Tiba-tiba Tuan Park mengeluarkan satu kantung coklat berisi kunci mobil Jiyeon berserta kartu atm bebas blokir.
“Semua ini…kau berhak memilikinya kembali,” ucap Tuan Park seraya memberikan kantung coklat itu pada Jiyeon. Jiyeon menerimanya sambil tersenyum. Dan tiba-tiba saja ide bagus terlintas di otaknya. Kartu atmnya yang banyak, yang berisi ratusan won, sepertinya dapat digunakan untuk hal yang lebih baik.”
**
Jiyeon menggunakan uangnya untuk memperbaiki kebun keluarga Kim yang rusak. Obat2 dan alat2 canggih kini dapat membantu proses perbaikan kebun keluarga kim dengan amat cepat.
“Ahjussi,” ucap Jiyeon pada Min Gyu. “Gumawoyo…kau telah mengajarkanku banyak hal,”
Min Gyu hanya dapat tersenyum.
Na Mi mengajak Jiyeon untuk membantunya membuat makan malam. Tuan Park pun ikut hadir. Jisung, si Oppa, biang dari semua ini menghampiri Jiyeon.
“Yaa! Oppa…kudengar bahwa kau yang mengusulkan ide itu pada Appa?” tanya Jiyeon sambil menyipitkan matanya seperti Wolf Lady.
“Omo…bukankah kau sudah berubah menjadi yeoja yang baik? Kenapa wajahmu masih terlihat kejam begitu?” tanya Jisung takut.
“Ne, aku memang sudah berubah. Tetapi rasanya, memikirkan bahwa karena kaulah aku nyaris diperkosa, membuat kekesalan dalam perutku bertambah besar. Kau harus membayar semua itu!” ucap Jiyeon pelan tetapi sadis.
“Araseo…kau ingin apa? Baju? Sepatu?” tanya Jisung.
“Bo Young sepertinya sudah sangat rindu denganmu…” gumam Jiyeon seraya mengeluarkan ponselnya, hendak menghubungi Bo Young, yeoja yang jatuh cinta mati sama Jisung.
“Yaa! Jiyeon-ah…apapun asal jangan berhubungan dengan yeoja satu itu!” erang Jisung.
**
Makan malam berjalan lancar. Keluarga Kim dan Keluarga Park tampak menikmati hidangan makan malam mewah yang dibawakan oleh Tuan Park. Sudah lama Jiyeon tidak merasakan makanan mewah seperti ini. Rasanya, Jiyeon jadi ingin bersyukur setiap waktu, tahu bahwa kebahagiaan ternyata masih berpihak pada dirinya.
Satu orang yang tidak hadir pada acara makan malam itu, Kim Myung Soo.
“Kemana anak satu itu?” tanya Min Gi setelah menelan potongan daging besar.
“Biar aku yang cari. Paling dia ada dikebun,” ucap Ah In seraya beranjak pergi.
“Dikebun? Malam hari?” tanya Tuan Park kagum.
“Ne, Appa,” jawab Jiyeon. “Myung Soo-ah orang yang rajin. Dia tidak perduli, mau malam ataupun siang…asal dia bisa memberikan yang terbaik untuk kebunnya, dia akan lakukan itu.”
Min Gyu merasa senang menyadari anaknya mendapat sanjungan dari mulut Jiyeon.
**
Jadi disinilah Myung Soo berada. Dia berada di tepi pantai dengan seseorang yang tidak lain adalah Hwayoung. Pembicaraan mereka terdengar serius.
“Hwayoung, berhenti bersikap seperti ini,” ucap Myung Soo yang sudah sangat jengah.
“Kenapa kau tidak bisa memberiku satu kesempatan?” tanya Hwayoung dipenuhi air mata.
“Hwayoung-ah,” ucap Myung Soo. “Kau yeoja yang baik. Kau cantik dan memesona. Aku pun tidak mengelak bahwa aku pernah mencintaimu. Tetapi itu semua masa lalu bagiku. Aku sudah memaafkanmu Hwayoung-ah. Dan kupikir kita memang tidak berjodoh. Kau bisa mendapatkan namja yang lebih segalanya dari aku. Kau sadar Hwayoung-ah, akan lebih baik jika kau hidup bersama dengan orang yang mencintaimu. Dan aku pun sadar bahwa aku sudah tidak punya cinta untukmu. Cintaku sudah milik orang lain…”
“Mwo?” Hwayoung terkejut mendengar pernyataan terakhir Myung Soo.
“Ne, aku mencintai orang lain,” ucap Myung Soo berani jujur dengan Hwayoung, bahkan dengan dirinya sendiri.
“Nugu?” tanya Hwayoung. “Siapa yeoja beruntung itu? Kenapa dia bisa membuatmu memberikan cintamu kepadanya?”
“Hwayoung-ah…” ucap Myung Soo. “Aku mencintai yeoja ini tanpa ada paksaan sedikit pun. Dan aku sangat ikhlas mencintainya. Kau pun harus mendapatkan namja yang dapat mencintaimu dengan ikhlas.”
Isakan tangis Hwayoung memelan.
“Kau benar-benar namja yang baik. Aku ragu aku dapat menemukan namja sepertimu diluar sana. Dan yeoja itu…yeoja yang kau cintai itu sangat beruntung,” ucap Hwayoung.
“Namja yang nantinya dapat memilikimu pun akan beruntung. Kau cantik dan baik. Aku bisa merasakan betapa bahagianya aku  saat mencintaimu dulu,” ucap Myung Soo.
Hwayoung berdeham, “Jadi siapa yeoja yang beruntung itu?”
Kepala Myung Soo tertunduk. Menyebut namanya membuatnya sedih. Sedih karena dia tahu bahwa sepertinya mustahil untuk memiliki yeoja itu. Yeoja itu berkelas dan dia cantik. Strata mereka sangat jauh. Dan jika ditanya, siapa yang pantas memiliki yeoja itu, jawabannya adalah Ah In. Ah In yang paling pantas memiliki Park Jiyeon.
“Park Jiyeon,” jawab Myung Soo akhirnya.
Hwayoung sedikit terkejut, tetapi wajahnya kembali normal.
“Sudah kuduga,” ucap Hwayoung berusaha mengontrol keterkejutannya. “Aku dapat memperhatikan dirimu saat sedang memandang Jiyeon. Aku tahu bagaimana rasanya mendapat pandangan seperti itu, khususnya dari kamu, ne biarpun itu dulu.”
Tiba-tiba Myung Soo menggeleng seraya berkata, “Aku mencintai Ah In. Dia kakakku.”
“Ah In-Oppa?” tanya Hwayoung tidak mengerti.
“Jiyeon adalah yeoja yang dicintai oleh Hyong,” jawab Myung Soo. “Demi Tuhan…aku tidak ingin terjadi perang saudara karena seorang yeoja. Disini…aku berusaha mengalah. Sewaktu aku kecil, Hyong sering sekali mengalah padaku. Karena dia, aku selalu mendapatkan hal baik. Dan aku pun sangat menghormatinya. Menurutku dia kakak yang luar biasa, bahkan dibandingkan dengan Jang Woo-Hyong…” Myung Soo tersenyum mengingat kakaknya yang satu itu. “Aku mencoba keras untuk menghilangkan perasaanku pada Jiyeon. Aku berusaha keras untuk membenci Jiyeon. Semua itu aku lakukan agar Ah In dapat memiliki Jiyeon.”
“Myung Soo-ah…” Hwayoung tidak tahan melihat kesedihan Myung Soo.
“Ah jebal…jangan sampai aku menangis,” ucap Myung Soo berusaha menertawai kesedihannya.
Myung Soo dan Hwayoung tidak tahu bahwa seseorang, sedaritadi sedang mendengarkan pembicaraan mereka. Ah In sangat terkejut mendengar pengakuan Myung Soo. Tiba-tiba saja kakinya lemas, menyadari bahwa dia dan Myung Soo telah mencintai yeoja yang sama.
**
Esok harinya Jiyeon akan pulang kembali ke Seoul. Dia berjanji pada keluarga Kim bahwa dia akan datang berkunjung sesering mungkin dia bisa. Hal ini membuat Myung Soo terkejut. Ah In mendapat surat dari Jiyeon. Jiyeon memberikannya pada Ah In disaat semua orang sedang tidur.
“Bacalah ketika aku sudah pergi dari sini,” ucap Jiyeon pada Ah In.
Dan tepat ketika kepulangan Jiyeon pada hari ini, satu orang yang tidak hadir adalah Myung Soo. Jiyeon yang merasakan ketidakhadiran Myung Soo langsung bertanya pada Ah In. Rasa cemburu menyelimuti hatinya bagai besi dingin. Tetapi Ah In berusaha mengontrol suasana hatinya, terlebih lagi dia sadar, siapa yang sedang dia cemburui, adik kandungnya sendiri, Kim Myung Soo.
Tepat ketika Jiyeon sudah benar-benar pulang, barulah Myung Soo muncul. Tanpa banyak bicara, Myung Soo masuk ke dalam kamarnya. Ah In hanya diam melihatnya.
Pada malam harinya Ah In membuka surat dari Jiyeon.
Annyeong…
Gumawoyo atas semua bantuan dan perhatian yang kau berikan padaku selama aku tinggal di rumahmu. Rumahmu memang kecil, tetapi kupikir jauh lebih baik daripada tinggal di rumah Jin Young-ssi. (Ah In tersenyum saat membaca bagian ini)
Menyadari bahwa meninggalkan rumahmu itu artinya tidak akan ada kesempatan bagiku untuk bersamamu lagi. Sempat terpikir di otakku, bagaimana jika aku tinggal saja di rumah keluargamu. Tetapi tidak mungkin, terlebih lagi saat Appa sudah kembali. Aku juga punya kehidupan di Seoul. Aku punya pekerjaan yang selama ini terlantar, yaitu butikku.
Hidup bersamamu awalnya membuatku jengah. Kau selalu ketus padaku. Bahkan hari-hariku menjadi kelam karena ucapan pedasmu. Aku ingat sewaktu aku memberitahumu bahwa aku yang merusak kebunmu, kau terlihat begitu marah. Sesaat aku takut akan dirimu yang seperti itu. Tetapi aku sadar, aku memah salah dan aku patut mendapatkan cacian darimu.
Kau telah menolongku beberapa kali sewaktu aku jatuh ke danau…
Kau telah menemukan kalungku di dalam danau…
Kau yang mengajarkanku bagaimana caranya membasmi ulat yang benar, sampai2 rasa phobiaku pada ulat memudar…
Kau banyak mengajarkanku sesuatu selama aku tinggal dirumahmu…
(Ah In bingung dengan semua tulisan Jiyeon)
Satu hal yang aku sayangkan, sewaktu festival kau ingin memberitahuku satu hal penting, tetapi karena satu dan lain hal, kau tidak sempat memberitahuku.
Aku benar-benar penasaran tentang hal penting yang ingin kau beritahu padaku. Beberapa kali aku ingin menemuimu untuk menagih hal itu, tetapi belakangan ini jika kuperhatikan…kau sering sekali menghindariku.
Apa aku telah melakukan kesalahan lagi? Kenapa kau menghindariku?
Dan bahkan…kau tidak ada pada saat makan malam terakhir kita.
Kau benar-benar namja yang misterius. Aku sulit mengenalmu lebih dalam.
(Hati Ah In mencelos. Dia sadar bahwa surat itu sebenarnya bukan untuk dirinya, melainkan untuk Myung Soo)
Aku bingung mau menulis apa lagi. Jika aku masih diberi kesempatan untuk bertemu denganmu, ingin sekali aku menyampaikan semuanya kepadamu secara langsung.
Sekali lagi gumawoyo, Myung Soo-ah…
Ah In melipat surat Jiyeon. Benar dugaannya. Surat itu bukan untuk dirinya, melainkan untuk adiknya, Myung Soo. Kenapa Jiyeon memberikan surat itu padanya. Hal ini membuat Ah In sangat sangat frustasi.
Sedangkan di Seoul, tepatnya di rumah keluarga Park.
Jiyeon berusaha mengingat2 bahwa dia tidak salah memberikan surat kepada Ah In. Untuk meyakinkannya, dia mengecek tasnya. Dia sangat terkejut mendapati surat untuk Ah In tergeletak manis di dalam tasnya. Jadi yang dia berikan kepada Ah In adalah surat untuk Myung Soo.
“Eotokkhe…” gumam Jiyeon panik. “Pabboya Jiyeon-ah, bagaimana bisa aku salah memberikan suratnya?”
Sebenarnya malam terakhir di rumah keluarga Kim, di dalam kamarnya, Jiyeon sedang sibuk menulis sebuah surat untuk Ah In. Setelah surat untuk Ah In jadi, Jiyeon mengambil lembar kertas lain.
“Apa aku harus menulis untuk Myung Soo juga?” gumam Jiyeon.
Jiyeon pun akhirnya memutuskan  menulis surat untuk Myung Soo.
Dan tepat pada hari keberangkatannya pulang, Jiyeon tidak menemukan Myung Soo. Dia ingin memberikan surat itu kepada Myung Soo secara langsung. Melihat keadaannya seperti ini, dia mengurungkan niatnya. Dia memutuskan untuk memberikan surat kepada Ah In saja.
“Ah~kenapa kau bodoh sekali Jiyeon-ah?” gumam Jiyeon membodohi dirinya sendiri. “Bagaimana jika Oppa (Ah In) membacanya? Aku harus jawab apa jika Oppa bertanya macam2 padaku?”
Di dalam kamar, Jiyeon terlihat sangat stress. Sedangkan Ah In? Ini hal berat bagi dirinya. Sepanjang malam dirinya dimendungi oleh rasa bingung, takut dan marah. Dia berusaha memikirkan hal ini sebaik mungkin. Dia mencintai Jiyeon, begitu pun dengan Myung Soo. Melihat dari isi surat ini, Ah In menyimpulkan bahwa Jiyeon memiliki ketertarikan akan adiknya yang satu itu. Haruskah dia memberikan surat itu kepada Myung Soo? Entah mengapa tangan Ah In terasa berat, langkahnya begitu berat untuk maju menuju kamar Myung Soo.
To Be Continue

Opmerkings

Gewilde plasings van hierdie blog

Lirik Lagu Infinite Lately (White Confession) with Translate